Rabu, 19 Oktober 2016

Membasuh Citra, Bekerja untuk Bangsa Dewan

oleh : ivandivya


Dewan perwakilan rakyat (DPR) adalah sebuah lembaga perwakilan rakyat yang dalam sistem ketatanegaraan memegang kekuasaan dalam membentuk Undang-Undang. Melalui fungsi legislasi lembaga ini akan menelorkan kebijakan yang menjadi dasar bagi pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, yang diwujudkan dalam bentuk undang-undang. Selain fungsi tersebut, DPR juga memiliki dua fungsi lain yang juga tak kalah penting yaitu fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Tidak berlebihan jika para anggota DPR kita sebut sebagai “manusia setengah dewa”. Pasalnya Anggota yang duduk di kursi DPR mengemban tugas dan tanggung jawab yang berat. Namun dewasa ini, kinerja dan citra anggota dewan cenderung mendapat sorotan negatif. Hal ini ditengarai karena berbagai kasus, skandal, dan permasalahan yang dilakukan oleh “oknum” anggota dewan. Jika hal ini terus dibiarkan maka tak heran jika nama baik lembaga ini akan tercoreng. Lebih parah lagi hal tersebut akan berdampak pada merosotnya kepercayaan publik terhadap anggota dewan. Dengan demikian perlu adanya upaya yang terfokus pada pembersihan citra dan peningkatan kinerja di DPR. 

Peran DPR 


Berdasarkan pasal 20A ayat (1) UUD (amandemen kedua) memberi landasan bahwa DPR memiliki 3 fungsi yaitu. Fungsi legislasi, Kegiatan legislasi ini selalu identik dengan proses pembentukan sebuah undang-undang. Melalui DPR aspirasi rakyat ditampung, kemudian dari kehendak rakyat tersebut diimplementasikan dalam undang-undang yang dianggap sebagi representasi rakyat banyak. Fungsi Anggaran, Selain membuat produk-produk perundangan DPR juga berfungsi menyusun anggaran negara. DPR bersama presiden menyusun anggaran RAPBN yang nantinya dijadikan undang-undang tentang anggaran penerimaan dan belanja negara. Fungsi Pengawasan, DPR sebagai lembaga legislatif yang dianggap sebagai representasi masyarakat yang mempunyai tugas untuk mengawasi jalanya pemerintahan. Dalam hal melakukan pengawasan terhadap eksekutif DPR mempunyai wewenang untuk melakukan hak angket dan hak interplasi. Pengawasan dilakukan terkait dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah (eksekutif).

 Kepercayaan Publik Terhadap DPR 


"Bila rakyat tidak percaya pada lembaga negara dan kepada orang-orang yang bekerja di lembaga negara, maka rakyat tidak percaya pada output dan outcome lembaga negara. Rakyat pun tidak mematuhi peraturan dan perundangan yang disusun oleh mereka," kata Direktur Center for Election and Political Party FISIP-UI, Reni Suwarso di Jakarta, (10/11/13). Harus kita akui bahwa tingkat kepercayaan (political trust) publik terhadap DPR semakin hari semakin menurun. Hal ini disebabkan banyak kebijakan dan tindak tanduk anggota dewan yang bertentangan dengan logika publik. Ditambah banyak kebijakan dan kasus yang membuat citra lembaga legislatif kita menjadi tercoreng nama baiknya. Di era ini tingkat kepercayaan masyarakat ini sangat krusial untuk seorang anggota dewan. Bila rakyat tidak percaya lagi pada lembaga negara maka lembaga negara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jika dibiarkan terjadi hal seperti ini tentunya berbahaya untuk kelangsungan roda pemerintahan. Saat ini sudah banyak lembaga survei yang mengkaji dan melakukan survei terhadap berbagai hiruk-pikuk kegiatan parlemen. Dalam paragraf ini saya menampikan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI). Saat penulisan esai ini, survei tersebut masih terbilang segar, karena pelaksanaannya dilakukan pada akhir April 2015 di daerah Jabodetabek. Mayoritas publik menilai tiga fungsi DPR yakni anggaran, pegawasan dan legislasi dinilai mengecewakan. Sebanyak 67,8 persen publik menyatakan tidak puas atas fungsi anggaran DPR. Lalu untuk fungsi pengawasan, 58,2 persen tidak puas dan sebanyak 30,9 persen puas serta sisanya tidak menjawab. Kemudian fungsi membuat undang-undang sebanyak 54 persen tidak puas. Lalu yang puas hanya 33,1 persen. Sedangkan tingkat kepercayaan publik pada peran DPR dalam penyaluran aspirasi rakyat juga mendapat nilai buruk. Yakni sebanyak 70,7 persen tidak puas. 


“Yang saya lakukan jika saya menjadi DPR?”

Kembali kepada judul yang telah saya angkat “Membasuh Citra, Bekerja Untuk Bangsa”, maka dalam tulisan ini saya akan memfokuskan pada dua hal yaitu pembersihan citra dan peningkatan kinerja. Dalam hal ini tentu saja pendapat saya ini bersifat subyektif, namun subyektifitas ini berdasarkan riset dan data-data survei yang telah saya paparkan sebelumnya. Dari dasar-dasar itulah saya telah merumuskan ide dan gagasan yang harus dilakukan jika saya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal pertama yang akan saya lakukan adalah membasuh citra, apa yang masyarakat awam pikirkan jika terlintas kalimat “anggota dewan”? Kebanyakan masyarakat akan mengkonotasi kalimat tersebut dengan hal-hal yang bersifat negatif seperti korupsi, tikus berdasi, penyalahgunaan wewenang dan lain sebagainya. Walaupun masih banyak masyarakat memiliki pandangan yang berbeda. Namun jika kita lihat dari survei sebelumnya, angka berbicara bahwa persentase kepercayaan publik terhadap anggota dewan cukup rendah. Sekali lagi ini dikarenakan banyaknya kasus yang membuat nama baik lembaga ini tercoreng. Lantas jurus jitu apakah yang bisa digunakan untuk melakukan “pencitraan”? sedikit menengok ke tahun 2014 dimana kita melihat fenomena “Jokowi Effect”. Dengan cara tersebut Jokowi berhasil menarik simpati rakyat dengan membangun personal branding positif yang menjadi idaman rakyat. Melirik dari hal tersebut tidak ada salahnya jika dalam upaya pembangunan citra postif terhadap anggota dewan dapat mengadopsi jurus-jurus yang digunakan Jokowi. Fokus utama dalam dalam upaya tersebut adalah memainkan peran media dalam upaya pembangunan citra. Karena dalam era saat ini, media merupakan “sutradara” dalam pembentuk persepsi publik terhadap berbagai permasalahan. Karena peran itulah, dalam hal ini menjadi sebuah “keharusan” untuk menggandeng media dalam upaya perbaikan citra. Retno Wulandari dalam bukunya “Media Darling Ala Jokowi”. mengemukakan bahwa ada enam jurus Jokowi dalam upaya membangun citra. Namun setelah saya analisa cukup lima jurus saja yang cocok dan sesuai digunakan untuk membangun dan memperbaiki citra para anggota dewan. Lima jurus yang bisa diadopsi itu adalah: 

- Aksesbilitas yang mudah untuk para awak media dalam mendapatkan infomasi di parlemen.

 - Keramahan yang tidak dibuat-buat, persahabatan dengan media tidak mungkin akan terjalin jika anggota dewan tidak ramah dengan pekerja media. Hubungan ini dapat menjadi simbiosis mutualisme dari kedua belah pihak. 


- Empati anggota dewan tidak hanya ditunjukan kepada para pekerja media, tetapi lebih luas lagi kepada rakyat.

 - Autentisitas, Apa yang dilakukan anggota dewan dalam konteks sebagai pejabat merupakan sesuatu yang memang dia kerjakan. Meskipun apa yang dilakukan anggota dewan rawan dianggap pencitraan belaka, tetapi apa yang dilakukan memang dilakukan atas tututan kerja anggota dewan. Dengan kesimpulan apa yang muncul di media bukan merupakan pekerjaan yang dibuat-buat.

 - Positioning, kemampuan menempatkan diri di depan media merupakan hal penting bagi para anggota dewan. Karena di sini publik melihat sudut pandang yang disajikan oleh media, yang sisi tersebut telah digoreng, direbus dan ditumis oleh media. Maka di sini anggota dewan harus pintar menempatkan diri. Dari hasil simakan itu, bisa kita simpulkan bahwa untuk dekat dengan media, DPR memang harus memperlakukan media sebagai mitra. Setelah membentuk pola komunikasi dan hubungan yang positif, maka media akan dengan sendirinya menampilkan citra positif dari anggota dewan. Tampilan positif tersebut akan bermuara pada pembentukan pandangan rakyat terhadap wakil mereka yang sebelumnya mereka anggap buruk citranya. 


Setelah berbicara dan berbenah tentang citra, tentunya kita juga harus berbenah dalam hal kinerja. Perbaikan citra hanya akan menjadi pencitraan yang naif jika tidak dibarengi dengan kinerja yang maksimal. Berikut merupakan upaya untuk melakukan perbaikan kinerja: Peningkatan kualitas caleg melalui partai politik, upaya peningkatan kinerja tentunya harus dimulai dari hulu terlebih dahulu. seperti yang kita ketahui bahwa partai politik merupakan sebuah media politik yang berperan besar dalam mencetak kader-kader politik yang mumpuni. Dengan membuat regulasi yang ketat untuk kriteria calon legislatif, meningkatkan kompetesi dengan tes caleg yang digelar oleh parpol (meliputi kepribadian, pengetahuan umum, psikologi, dan kenegaraan), meneliti track record para caleg, dan verikasi dari berbagai dokumen para caleg (riwayat pendidikan, gelar, ijazah, sertifikat, dsb. Transparansi dan keterbukaan seperti ini perlu dilakukan karena di lapangan sering ditemui dokumen caleg yang ilegal ). Menurut sumber yang saya dapat saat ini belum ada aturan terkait adanya sistem tes dalam rekrutmen yang dilakukan oleh parpol. Yang terjadi saat ini adalah persyaratan yang hanya berupa adminstratif dan terkesan “fleksibel”, jika ada tes pun yang dilakukan hanya sekadar formalitas. Dengan demikian harus dibuat aturan penyelengaaraan tes yang mengatur parpol dalam sistem rekrutmen, jika anak SMA masuk ke jenjang kuliah saja ada aturan diselengarakan tes, kenapa untuk anggotan dewan tidak? Komitmen untuk bekerja, terjun ke dunia parlemen sama dengan siap berjuang membela kepentingan rakyat. Dalam hal ini anggota dewan harus benar-benar fokus menjalankan fungsi-fungsi legislatif. Jangan sampai, tujuan dari menjadi anggota dewan hanya dijadikan “mata pencahariaan”, sedangkan dalam hal kinerja malah loyo. Untuk menghindari hal semacam itu tentunya DPR harus berani membuat aturan-aturan yang mengatur diri mereka sendiri terkait kinerja. Kritik dan Relasi Rakyat dengan wakilnya, menjadi anggota dewan harus siap dikritik dan dikoreksi atas kinerjanya. Jangan sampai anggota dewan alergi dengan kritik dari rakyat, karena fungsi kritik di sini sebagai vitamin yang awalnya memang pahit namun akan menjadi manis jika menanggapinya dari sudut pandang yang berbeda. Dan yang terakhir dalam hal kinerja, rakyat juga harus peka dalam mengkoreksi, mengkritik dan tidak ada salahnya memberikan apresiasi terhadap kinerja anggota dewan. Demikianlah berbagai upaya yang saya tawarkan “jika saya menjadi anggota DPR”. Upaya tersebut tefokus pada perbaikan citra dan kinerja, yang saat ini menjadi isu terkini dan harus segera dibenahi demi kepentingan bangsa dan negara. 


Sumber: wulandari, retno. (2014). Media Darling Ala Jokowi. http://radarpena.com/read/2015/06/12/20160/2/2/Publik-Kurang-Percaya-dengan-Kinerja-DPR

0 komentar:

Posting Komentar